Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual sedang berupaya keras agar Indonesia bisa keluar dari PWL. Apa itu PWL? PWL adalah singkatan dari Priority Watch List. Gampangnya, PWL adalah suatu daftar yang isinya negara-negara dengan kasus pelanggaran kekayaan intelektual yang berat dan serius. PWL memiliki saudara ipar berinisial WL. Nah kalau yang ini singkatan dari Watch List. Nyaris sama dengan PWL, Watch List berisi negara-negara yang juga memiliki permasalahan pelanggaran kekayaan intelektual yang relatif lebih ringan ketimbang mereka yang ada di PWL. Daftar ini dibikin oleh USTR. Kalau ini singkatan dari United States Trade Representative, suatu badan pemerintah federal Amerika Serikat yang tanggung jawabnya adalah mempromosikan dan mengembangkan kebijakan perdagangan negara Paman Sam. Sebagai salah satu wujud tanggung jawabnya, mereka setiap tahun membuat daftar PWL dan WL. Dua daftar ini menjadi sekadar gambaran bagaimana hukum terkait kekayaan intelektual ditegakkan atau, secara lebay, semacam indikator apakah suatu negara layak diajak kerjasama oleh, setidaknya, Amerika Serikat.





Perihnya, Indonesia bertahun-tahun berada dalam list ini. Perwakilan pemerintah Indonesia pun kerap diundang untuk berbicara di depan USTR untuk menjelaskan apa yang sudah dan akan dilakukan terkait penegakan hak kekayaan intelektual. Pada 2020, Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual  Dr. Freddy Harris mendapat pertanyaan dari USTR dan USPTO (Kantor Paten Amerika Serikat) terkait Pasal 20 dalam Undang-Undang Paten dan Omnibus Law setelah sebelumnya dalam waktu yang hanya tersedia 2 menit menjelaskan capaian-capaian penegakan hak kekayaan intelektual di Indonesia. 

Sudah hampir 2 bulan yang lalu sejak rapat koordinasi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual  (DJKI) dengan Bareskrim Mabes Polri terkait Pembentukan Satgas Ops Penanggulangan Status PWL Indonesia di Bidang KI pada Kamis 12 Agustus 2021.

Sejak dibentuknya satgas PWL, DJKI sudah mengambil langkah-langkah formil berupa pertemuan-pertemuan. Publikasi dan kerjasama memang penting untuk memastikan semua pihak yang berkepentingan bisa diajak serius mencoret nama Indonesia dari PWL. Tercatat, DJKI sudah menerima kunjungan delegasi Bank Dunia, Tony Monaghan yang menjabat Country Security Specialist Indonesia, Singapore & Timor Leste, East Asia and Pacific pada hari Jumat 3 September 2021 di Kantor DJKI.

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) juga menggelar Focus Group Discussion terkait Manajemen Tindak Pidana di Bogor, pada 6-8 September 2021. Selain Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) DJKI, kegiatan ini juga dihadiri oleh Direktur Perancang Peraturan Perundang-undangan, Cahyani Suryandari, dan sejumlah anggota Bareskrim Polri. Kegiatan ini diharapkan secara sinergi membentuk kebijakan atau regulasi yang mendukung upaya penegakan hukum di bidang kekayaan intelektual yang efektif. DJKI berharap agar kegiatan ini dipandang sebagai salah satu langkah DJKI untuk meningkatkan upaya menegakkan hukum sekaligus mengeluarkan status PWL melalui kerja sama dengan Bareskrim Mabes Polri.

DJKI juga menggelar apa yang mereka sebut sebagai pemantauan di Wilayah Mangga Dua pada 8 September 2021. Dalam kegiatan ini DJKI melaksanakan kegiatan pencegahan pelanggaran kekayaan intelektual supaya para pedagang yang ada di ITC Mangga Dua dan Pasar Pagi Mangga Dua tidak menjual atau memperdagangkan barang yang melanggar kekayaan intelektual. Wilayah ini bertahun-tahun masuk sebagai Notorious Market. Apa pula itu? Notorious Market adalah suatu pasar baik fisik maupun online yang dimana di dalamnya menurut USTR terjadi pelanggaran kekayaan intelektual berskala besar. 

Lanjut, DJKI mengadakan pertemuan online dengan USTR pada Kamis, 9 September 2021. Dalam pertemuan ini DJKI menyampaikan kepada USTR apa saja yang telah dilaksanakan untuk meyakinkan bahwa Indonesia terus mengambil langkah-langkah serius demi dicoretnya Indonesia dari PWL yang antara lain:

  • Pembentukan satgas PWL
  • sosialisasi di pasar fisik maupun e-commerce;
  • koordinasi dengan perwakilan KI di Kantor Wilayah Kemenkumham di 31 provinsi di Indonesia yang memungkinkan perwakilan di daerah bisa melakukan tindakan atau meminta dukungan dari pusat untuk melakukan tindakan jika diperlukan;
  • pendidikan dan pelatihan kepada para PPNS;
  • Kerjasama dengan berbagai marketplace sehingga di masa yang akan datang pelapak diminta menunjukkan sertifikat KI dari barang dagangannya sebelum diunggah ke marketplace.

Disampaikan pula bahwa saat ini DJKI sedang berupaya membangun kerjasama dengan Direktorat Bea dan Cukai untuk pertukaran data pemilik kekayaan intelektual terdaftar yang akan memudahkan pengawasan ekspor impor barang palsu di titik-titik terluar Indonesia.

Terakhir, Dirjen DJKI berbincang dengan tiga marketplace paling berjaya di Indonesia; Tokopedia, Shopee dan Bukalapak. Sebagaimana telah diketahui ketiga marketplace ini telah memiliki piranti pelaporan pelanggaran KI dalam situsnya. Nah, DJKI menyampaikan apresiasinya akan hal itu.

Benar, pelanggaran KI jaman kini adalah pelanggaran yang menggunakan kemajuan teknologi sebagai bagian dari modus operandi. Untuk penjualan barang palsu di Tokopedia, Bukalapak dan Shopee, Idealnya DJKI diberi kewenangan untuk dapat menghentikan pelanggaran kekayaan intelektual pada locus yang semacam itu. Kedua marketplace tersebut memang telah menyediakan piranti pengaduan yang memungkinkan pemilik kekayaan intelektual yang sah meminta agar penjualan barang-barang pelanggaran bisa dihentikan. Namun ini (mungkin) dianggap tidak cukup oleh USTR. Buktinya, tokopedia dan bukalapak berada dalam daftar Notorious Market terus menerus meski piranti takedown tu sudah lama ada di kedua marketplace.

Memang keluar dari watch list bukan perkara mudah. Bukan sekadar persamuhan dan kegiatan-kegiatan simbolis seremonial. Karena penegakan hak kekayaan intelektual berfaktor pada banyak urusan. Yang paling utama adalah anggaran. Jika anggaran tidak memadai maka yang terjadi adalah apa yang selama ini terjadi: penegakan hak kekayaan intelektual sebatas pada acara seremonial. Sekadar acara penghancuran barang bukti pelanggaran kekayaan intelektual yang ditonton oleh Bapak Menteri dengan tepuk tangan meriah dari para hadirin di perayaan hari Kekayaan Intelektual. DJKI harus dibekali anggaran yang cukup untuk gagah berani mencegah pelanggaran kekayaan intelektual dan aktif menangani pelanggaran kekayaan intelektual. Ini karena kasus pelanggaran kekayaan intelektual di Indonesia memang tidak bisa dikatakan bertaraf ringan sehingga USTR menganggap Indonesia pantas bercokol di PWL. Dengan tingkat keparahan semacam itu, anggaran memadai menjadi syarat mutlak agar panji-panji pencegahan pemalsuan dan pembajakan bisa dikibar-kibarkan. Sudah tentu pula penanganan kasus pelanggaran Kekayaan Intelektual yang masuk membutuhkan biaya. Ini karena penanganan kasus kekayaan intelektual bersifat lintas instansi.

Salah satu harapan pemilik kekayaan intelektual yang dilanggar haknya adalah adanya penghentian penjualan barang-barang yang melanggar kekayaan intelektual selekasnya dan berefek jera. Nyata-nyata, ini membutuhkan kecakapan dan vitalitas aparat (termasuk PPNS DJKI) serta suatu sistem regulasi yang tangguh. Termasuk di dalamnya sistem penyitaan berikut pengawasan barang-barang pelanggaran yang handal. Berdasarkan pengalaman, para penjual barang-barang palsu umumnya tidak  pernah mendengar ada penindakan tegas bagi pelaku dan penyitaan barang-barang palsu yang pantas membuat mereka segan menggunakan dan memperdagangkan barang-barang palsu. Ini salah satu tugas berat dan masuk dalam daftar harapan USTR bagi negara-negara yang ingin namanya punah dari PWL maupun WL: adanya efek jera dari tindakan yang diambil oleh Pemerintah terhadap para pelanggar kekayaan intelektual.  

Enforcemark berharap dan berdoa agar keluarnya Indonesia dari PWL bukan sekadar cita-cita.